Buletin Jagaddhita Vol. 1, No. 6, Juli 2019

pISSN 2656-8225 | eISSN 2656-0089

Program Pendampingan Pegawai Sebagai Salah Satu Cara Profesional Bidang Psikologi Berperan Dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi masih menjadi tantangan terbesar pemerintah Indonesia meskipun reformasi sudah dimulai sejak lebih dari dua dekade yang lalu. Menurut Analisis Database Korupsi Versi 4 yang diterbitkan oleh Laboratorium Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (2016), selama tahun 2001 sampai dengan 2015 total kerugian negara yang terjadi karena korupsi menurut wilayah adalah sebesar Rp128Triliun (harga berlaku). Angka tersebut tentunya semakin meningkat sampai dengan saat ini karena Aparat Penegak Hukum (APH) baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian masih saja melaksanakan penindakan sampai dengan saat ini.

Pemberantasan korupsi, baik penindakan maupun pencegahan, tentunya bukan hanya domain APH saja, namun juga seluruh masyarakat Indonesia. Aparatur Sipil Negara seperti auditor negara dan pejabat pembuat komitmen, rekanan pengadaan pemerintah, akademisi hingga praktisi bidang akuntansi sampai denganpsikologi pun dapat ikut berperan serta dalam pemberantasan korupsi.Psikologi sebagai cabang ilmu mengenai perilaku manusia memainkan peranan penting dalam pemberantasan korupsi/kecurangan[1].Literatur-literatur terkait akuntansi forensik, pengujian kecurangan, dan kejahatan finansial menunjukkan bahwa ilmu psikologi dapat digunakan untuk mendeteksi dan mencegah korupsi. Artikel ini secara spesifik akan membahas bagaimana ilmu psikologi dapat digunakan pencegahan korupsi.

Kerangka Konseptual Segitiga Kecurangan dan Psikologi

Seseorang hendaknya memiliki pemahaman kerangka konseptual yang disebut segitiga kecurangan/fraud triangleuntuk dapat memahami mengapa kecurangan/korupsi dapat terjadi(Singleton et al., 2010).Kecurangan yang pertama kali digagas oleh Donald R. Cressey ini terdiri atas pressure/motivation/incentive (tekanan/motivasi/insentif), opportunity (kesempatan) dan rationalization (rasionalisasi) yang digambarkan sebagai berikut:

Program Pendampingan Pegawai Sebagai Salah Satu Cara Profesional Bidang Psikologi Berperan Dalam Pemberantasan Korupsi
Sumber: internalauditor.me

Tekanan dalam segitiga kecurangan mengacu pada sesuatu yang telah terjadi pada kehidupan pelaku curang yang menimbulkan tekanan kebutuhan yang memotivasinya untuk berbuat curang/korup(Singleton et al., 2010). Albrecht dkk (2012) menyebutkan dalam bukunya bahwa banyak ahli kecurangan meyakini bahwa tekanan dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu:

  1. Tekanan finansial, meliputi namun tidak terbatas pada keserakahan, kerugian finansial personal, terlilit hutang, gaya hidup di atas rata-rata pendapatan atau kebutuhan ekonomi tidak terduga.
  2. Kebiasaan buruk, meliputinamun tidak terbatas pada kecanduan alkohol, kecanduan obat-obatan terlarang, berjudi atau hubungan di luar pernikahan yang berbiaya tinggi.
  3. Tekanan terkait pekerjaan, meliputi namun tidak terbatas pada merasa gaji kurang, terlalu mengejar karir, khawatir kehilangan pekerjaan, atau ketidakpuasan atas pekerjaan.
  4. Tekanan lainnya, contohnya tertantang mengalahkan sistem.

Menurut Cressey dalam Singleton dkk (2010), pelaku kecurangan/korupsi memilikipemahaman dan kesempatan untuk melakukan tindakan curang/korup. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kesempatan untuk melakukan tindakan curang/korup adalah kurangnya pengawasan/pengendalian (Albrecht et al., 2012). Elemen terakhir dalam segitiga kecurangan adalah rasionalisasi. Pada ACFEReport to The Nation 2008, disebutkan bahwa 93% pelaku kecurangan tidak memiliki catatan kejahatan sebelumnya (Singleton et al., 2010). Bahkan, seringkalipelaku curang/korup adalah seorang yang relijius. Rasionalisasi merupakan cara pelaku kecurangan/korupsi untuk membenarkan alasannya berbuat curang. Pemikiran seperti “saya cuma meminjam uangnya, tidak ada yang rugi jika saya menerima uang suap ini, semua orang melakukannya” biasa digunakan sebagai rasionalisasi.

Ramamoorti dan Olsen (2007), menyatakan bahwa tiga elemen dalam segitiga kecurangan secara mendasar merupakan konstruksi perilaku. Tekanan atau insentif personal menggerakkan perilaku manusia, sedangkan kebutuhan untuk merasionalisasi perbuatan curang/korup menjadi dapat dibenarkan juga berakar pada aspek psikologis. Bahkan penilaian atas kesempatan (dhi. kemungkinan untuk tertangkap) untuk berbuat curang/korup juga sedikit banyak merupakan penilaian psikologis.

Program Pendampingan Pegawai untuk Pencegahan Korupsi

Seringkali kecurangan/korupsi terjadi karena adanya tekanan pada pegawai seperti yang disebut di bagian sebelumnya dari artikel ini, namun yang bersangkutan tidak dapat menceritakan atau mendiskusikan dengan orang lain untuk dicari solusinya. Sebagai contoh memiliki hubungan di luar nikah yang berbiaya tinggi dapat memotivasi orang untuk berbuat korup. Hal seperti ini beberapa kali terungkap dalam persidangan kasus korupsi di Indonesia.Di kasus yang lain, terdapat Pegawai Negeri Sipil yang melakukan korupsi untuk berjudi. Untuk mengatasi permasalahan personal yang dapat menjadi pemicu korupsi tersebut diperlukan satu program khusus yang disebut dengan Employee Assistance Program (Program Pendampingan Pegawai/PPP). Albrecht, dkk (2012) menyebutkan bahwa implementasi PPP merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korupsi/kecurangan.

Albrecht, dkk (2012) mendefinisikan PPP sebagai pelayanan konseling untuk pegawai beserta tanggungannya yang mengalami permasalahan personal maupun masalah di lingkungan kerja. Sonnenstuhl dan Trice dalam Steele (1998) memberikan definisi PPP yang lebih spesifik yaitu program yang dilakukan dalam lingkup organisasi kerja yang bertujuan untuk mengidentifikasi “pegawai bermasalah”, memotivasi mereka untuk menyelesaikan masalahnya, dan memberikan akses untuk konsultansi dan perawatan kepada pegawai yang membutuhkan pelayanan tersebut.Pada mulanya (tahun 1940-1970an) PPP merupakan program khusus untuk menangani pegawai yang kecanduan alkohol. Saat ini, PPP menangani berbagai masalah terkait personal dan keluarga. Perkembangan PPP dapat dilihat pada tabel berikut:

 ProgramAlkoholik Terkait PekerjaanProgram Pendampingan Pegawai AwalProgram Pendampingan Pegawai ModernManaged Behavioral Health Care/EAPs
Waktu1940-1970an1970an1980an1990an
Permasalahan yang ditanganiHanya alkoholikPenekanan pada AlkoholikPermasalahan personal yang berpengaruh pada pekerjaanPermasalahan personal dan keluarga dalam lingkup luas
Sumber RujukanTeman kerja/supervisorSupervisorDiri sendiri/SupervisorDiri sendiri
IndikasiTanda-tanda alkoholikKinerjaKinerja/Permasalahan personalPermasalahan personal/keluarga

Sumber : Steele (1998)

Luasnya jangkauan PPP saat ini memungkinkan psikolog yang berkerja pada program ini untuk mengeliminasi salah satu elemen dalam segitiga kecurangan yaitu tekanan/insentif baik yang terkait pekerjaan maupun kebiasaan buruk.Namun, Albrecht dkk (2012) menggarisbawahi bahwa tekanan yang paling sering mendorong orang berbuat curang/korup adalah tekanan finansial. Shumway, Bell, dan Arredondo (2006) juga menyebutkan bahwa permasalahan keuangan personal menempati peringkat tinggi dalam satu PPP di Southwest.Mereka menyarankan PPP dapat memberikan rujukan kepada profesi perencana keuangan untuk menyelesaikan permasalahan keuangan individu.

Suatu PPP yang didesain dengan baik, terjangkau oleh pegawai dan rahasia dapat membuat pegawai yang berpotensi melakukan kecurangan/korupsi menyadari bahwa terdapat solusi selain tindakan korup untuk mengatasi tekanan yang dihadapinya baik itu tekanan finansial, ideologi maupun kriminal (Peltier-Rivest, 2018).

Kesimpulan dan Diskusi

Artikel ini mengungkap pentingnya bidang ilmu psikologidan profesi terkait dalam pemberantasan korupsi. Namun, bidang keilmuan ini beserta profesinya masih kurang diperhitungkan untuk memerangi korupsi. Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia berkaitan erat dengan kerangka konseptual segitiga kecurangan. Profesi psikolog dalam PPP mempunyai peran penting untuk mencegah timbulnya elemen tekanan dalam segitiga kecurangan yang dapat mendorong pegawai untuk berbuat curang/korup. Sangat disayangkan bahwa PPP masih merupakan konsep yang asing di Indonesia, terlebih bertujuan untuk mencegah korupsi. Program tersebut masih kalah populer dengan programwhistlebloweruntuk melaporkan indikasi korupsi yang di banyak instansi pemerintah telah tersedia.

Asing bukan berarti tidak ada sama sekali, beberapa layanan konseling hadir di instansi pemerintah seperti pada Kementerian Pemuda dan Olah Raga yang memberikan konseling kepada atlit atau Employee Care Center di Badan Pemeriksa Keuangan yang memberikan layanan konseling untuk pegawai BPK terkait work-life balance. Artikel ini diharapkan dapat menimbulkan inisiatif bagi pemerintah atau swasta untuk mengembangkan Program Pendampingan Pegawai di Indonesia dan meningkatkan sasaran yang akan dicapai termasuk di dalamnya adalah pencegahan korupsi.

[1] Kecurangan (fraud) merupakan istilah umum untuk korupsi yang digunakan dalam bidang ilmu akuntansi forensik. Artikel ini menggunakan istilah korupsi dan kecurangan secara bergantian.

 

Daftar Pustaka

Albrecht, Steve W., Albrecht, Chad O., Albrecht, Conan C., dan Zimbelman, Mark F. (2012). Fraud Examination (4th ed.). Boston, US: Cengage Learning.

Cegah Korupsi. (2016, 30 April). Mengapa Rakyat (DIPAKSA) Menyubsidi Koruptor?Diakses tanggal 10 Juli 2017 dari http://cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id/publikasi-/BloggerYK-Mengapa%20Rakyat%20Subsidi%20Koruptor-30April16.pdf

Peltier-Rivest, Dominic. (2018). A model for preventing corruption. Journal of Financial Crime, 25(2), 545-561.

Ramamoorti, Sri., dan Olsen, William. (2007). Fraud The Human Factor. Financial Executive; Jul/Aug 2007; 23,6.

Shumway, Sterling T., Bell, Mary M., dan Arredondo, Rudy. (2006). Financial Planners and Employee Assistance Programs (EAPs): An Opportunity for Practice Building. Journal of Personal Finance, 5(1), 26.

Singleton, Tommie W., dan Singleton, Aaron W. (2010). Fraud Auditing and Forensic Accounting (4th ed.). New Jersey, US: John Wiley & Sons, Inc.

Steele, Paul. (1998). Employee Assistance Program: Then, Now, and in the Future. Dipresentasikan pada Knowledge Exchange Workshop Center for Substance Abuse Prevention.


Artikel Ilmiah Psikologi Populer ini diterbitkan oleh Buletin Jagaddhita dengan nomor pISSN 2656-8225 (cetak) dan eISSN 2656-0089 (media-online).
Jika Anda ingin menerbitkan artikel ilmiah Anda, silahkan kirim naskah tulisan ke redaksi@jagaddhita.org.

Cara Pengutipan:

Mangkunegara, Irfan. 2019. Program Pendampingan Pegawai Sebagai Salah Satu Cara Profesional Bidang Psikologi Berperan Dalam Pemberantasan Korupsi. Buletin Jagaddhita Vol. 1, No. 6, Juli 2019. Diakses pada tanggal 20-09-2023 melalui laman https://jagaddhita.org/program-pendampingan-pegawai-sebagai-salah-satu-cara-profesional-bidang-psikologi-berperan-dalam-pemberantasan-korupsi/.

Artikel Psikologi Populer lainnya, yang mungkin Anda cari: